HAMPARAN KARPET MERAH

Layaknya tamu agung, orang yang diistimewakan dan penting, kedatangan seorang yang dimuliakan Allah swt di sisiNYA disambut dengan suka cita dan keagungan. Hamparan karpet merah mengisyaratkan akan kehadirannya.

Adalah seorang perempuan disebut Ibu. Di usia mudanya, hidupnya dicurahkan untuk merawat suami, anak dan cucunya. Ketulusannya mengasihi sepanjang hidup, dan mengorbankan apa saja termasuk masa mudanya demi buah hati yang dikasihinya. Ketika tua, tubuhnya renta, sakit serta tiada daya yang dapat dibuatnya. Saat itu yang dinantinya hanyalah uluran kasih sayang, perhatian dan belaian lembut anak dan cucunya.

Adalah anak yang menuntut kasih sayang Ibu tanpa kenal waktu, dan tempat. Tidak hanya ketika masih di dalam buaian, tapi juga setelah membuai anaknya sendiri. Melihat Ibunya renta, tiada daya yang dapat dibuatnya, maka caci maki, umpatan, dan kekecewaan terucap. Kekesalan, kemarahan mewarnai upaya merawat Ibu. Ibu seakan tak layak mendapat ucapan lembut dan laku santun.

Adalah seorang lelaki dipanggil Ayah. Di usia mudanya, hidupnya dicurahkan untuk bekerja mencari nafkah bagi isteri, dan anaknya. Otot dan otaknya diperas siang dan malam, bahkan tak jarang mengorbankan waktu-waktu istirahatnya. Kelelahan dan kejenuhan pernah menjerumuskannya ke dalam kemaksiatan. Ketika tua, tubuhnya renta dan lunglai hingga tiada daya lagi dapat dibuatnya. Saat itu yang dinantinya hanyalah uluran kasih sayang, dan sapaan lembut penuh perhatian dari anak dan cucunya.

Adalah anak yang menuntut Ayah tetap gagah perkasa, siap membantu setiap saat. Melihat sang Ayah renta, terbaring tanpa daya, muncul perasaan tak rela, malu, kesal, kecewa, dan marah. Ayah bagai tak layak mendapat sapaan lembut dan perhatian penuh sopan lagi santun.

Seandainya setiap manusia tahu, bahwa perlakuan lembut dan santun kepada Ibu dan Ayah akan menjadikannya dinanti bagai tamu agung di akhirat dengan hamparan karpet merah, tiada orangtua yang tersiksa batinnya di dunia ini

Komentar

Postingan populer dari blog ini